Kejamnya Masyarakat Kota
31 October 2011 | 15:59
Pembangunan
adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan sarana fisik yang
biasanya dilakukan di sebuah kota dengan tujuan memajukan ekonomi dan kualitas
masyarakat yang bermukim disana. Dengan adanya pembangunan diharapkan akan
adanya bangunan-bangunan baru yang membuat kota tersebut kelihatan maju dan
mentereng. Pembangunan yang berlangsung di kota diharapkan dapat merubah
kualitas sosial kehidupan masyarakatnya untuk lebih sejahtera.
Dewasa ini,
pembangunan di kota-kota yang ada di Indonesia sudah semakin maju seiring
tuntutan modernisasi. Gedung-gedung pencakar langit, perumahan mewah, dan
perkantoran elit serta sekolah-sekolah megah ada di setiap sudut kota. Semua
pembangunan yang dilakukan di Kota menimbulkan efek yang besar bagi lingkungan
di sekitarnya. Tidak hanya itu, masyarakat yang tinggal di perkotaan sering
tidak pernah berpikir bahwa akibat bangunan yang mereka tempati telah merusak
sendi-sendi kehidupan masyarakat yang tinggal di desa-desa yang dekat dengan
sungai, hutan, dan pegunungan.
Bagi kita
yang berdomisili di Kota Banda Aceh misalnya, mudah kita melihat sendiri secara
langsung hasil pembangunan yang telah dilakukan selama proses rehabilitasi dan
rekonstruksi kembali Aceh pasca bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada
bulan Desember 2004 yang lalu.
Jika kita
bicara pembangunan di sebuah kota, maka kita akan bicara tentang perencanaan
pembangunan yang dilakukan disana oleh Bupati/Walikota. Biasanya, berbagai
konsep pembangunan kota lahir dari para pengambil kebijakan tanpa memandang
akibat yang akan ditimbulkan ketika pembanungan mulai dilakukan hingga selesai
dilaksanakan. Strategi pembangunan yang demikian tentu saja membuat lingkungan
hidup rusak. Masyarakat pedesaan menanggung akibat yang begitu besar dari
pembangunan yang terus terjadi di kota.
Secara
sosial, kota seharusnya menjembatani berbagai kehidupan masyarakat yang
menyentuh pemenuhan ekonomi, budaya, politik, dan hal-hal lainnya yang
berkaitan juga untuk kesejahteraan penduduk yang tinggal di pedesaan. Karena
semua bahan baku bangunan di kota berasal dari desa sudah seharusnya pemerintah
kota dan masyarakatnya memiliki perilaku yang ramah lingkungan. Jangan hanya
memaksakan kehendak demi kemajuan kota yang ditinggali tanpa memikirkan efek
besar bagi masyarakat yang bermukim di desa-desa.
Pembanungan
di kota membutuhkan kayu, pasir, tanah, semen, dan batu. Semua bahan-bahan
bangunan tersebut diambil dari hutan, gunung, perbukitan, dan sungai yang ada
sumbernya dekat dengan tempat tinggal penduduk desa. Batu bata yang menjadi
bahan baku utama sebuah bangunan memang berasal dari desa hasil karya
masyarakat disana. Akan tetapi, tuntutan kebutuhan untuk pembangunan di kota
membuat masyarakat mencari sumber tanah yang berasal dari perbukitan yang dekat
dengan tempat tinggal mereka. Hal ini, berdampak buruk ketika curah hujan
tinggi yang membuat longsor area tempat tinggal mereka. Juga, semen yang paling
dibutuhkan didirikan pabriknya oleh pengusaha dengan ijin dari Pemerintah
daerah telah menimbulkan efek yang begitu besar bagi kelangsungan hidup
masyarakat di desa sekitar pabrib tersebut.
Bencana
banjir bandang akibat penebangan hutan yang sembarangan sering memakan korban
banyak dari penduduk desa yang tinggal di dekat sungai. Kayu-kayu hasil
tebangan tersebut digunakan untuk kepentingan pembangunan di kota. Aturan yang
sudah dibuat oleh Pemerintah seharusnya menjadi payung hukum bagi masyarakat
desa menuntut masyarakat kota dan pemerintah berwenang atas tindakan mereka menebang
hutan sehingga merusak ekosistem di sekitar tempat masyarakat desa tinggal.
Bahan
bangunan berupa pasir dan bebatuan juga berasal dari sungai-sungai dan
pegunungan yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat desa. Ijin Galian C
terhadap para pengusaha diberikan begitu mudah oleh pejabat di perkotaan. Tanpa
ada proses uji kelayakan sama sekali akan dampak yang ditimbulkan setelah
galian dilakukan. Hal ini, sering sekali menghadirkan petaka besar bagi
masyarakat desa di pinggiran sungai. Sudah terlalu banyak bencana yang telah
terjadi akibat proses Galian C yang dilakukan oleh pengusaha nakal tersebut.
Hal ini harus menjadi perhatian besar Pemerintah kita. Selain kerusakan alam di
sekitar area pengerukan pasir, aktivitas galian C juga telah mematikan sumber
mata air di lereng pegunungan. Air yang begitu penting bagi kehidupan
masyarakat di desa pun telah berkurang.
Aktivitas
penambangan yang dilakukan pengusaha Galian C telah membuat mata air di lereng
pegunungan dan di bawah mengering. Sejauh apapun tanah yang digali tetap akan
sulit mendapatkan air jika aktivitas itu terus dilakukan. Akibarnya, ketika
hujan deras turun selama 2 (dua) hari saja maka longsoran tanah akan terjadi.
Belum lagi rusaknya jalan, jembatan, dan debu berterbangan yang dirasakan langsung
oleh masyarakat kota. Akibat negatif dari proses penambangan galian C di Aceh
telah banyak dibicarakan media cetak baik lokal maupun nasional. Sungguh telah
mencapai titik nadir akibat kerusakan alam yang ditimbulkannya.
Tak salah,
apabila penulis mengatakan bahwa penduduk yang tinggal di kota atau masyarakat
yang ada di perkotaaan termasuk di Aceh memang kejam. Secara tidak langsung,
mereka telah berpartisipasi terhadap timbulnya bencana alam yang diderita
sepihak oleh saudara-sauadara mereka yang bertempat tinggal di desa-desa yang
dekat dengan hutan, sungai, dan pegunungan yang ada di wilayah Aceh.
Dampak
negatif dari pembangunan kota terhadap kualitas kehidupan sosial masyarakat
desa sangat besar. Kehadiran bangunan-bangunan baru di kota untuk menjadikan
kota tempat kita tinggal sebagai kota impian ternyata berdampak besar bagi
kelangsungan ekosistem di pedesaan.
Sekali lagi,
Pemerintah Aceh yang sekarang dan siapapun yang nanti terpilih menjadi pemimpin
baru di Propinsi ujung Pulau Sumatra ini harus lebih komit terhadap isu
kerusakan lingkungan akibat dari sebuah proses permbangunan. Hal ini mejadi
begitu penting mengingat masa depan generasi muda Aceh dipertaruhkan
kelangsungan hidupnya dari baik buruknya sebuah kebijaksanaan di bidang
lingkungan hidup. Apalagi, hutan, pegunungan, sungai, dan lautan adalah sumber
kehidupan yang besar apabila dipelihara dengan baik dan diikat dengan peraturan
yang bijaksana tata pengelolaannya.
Masyarakat
yang tinggal di kota harus bersikap lebih adil terhadap saudaranya yang ada di
desa-desa. Jangan jadikan alasan kemajuan di kota untuk menyerobot lahan
masyarakat desa seenak udelnya saja. Tindakan pengusaha kota yang yang merusak
hutan, menggali sungai, dan mencari bahan tambang penting lainnya tak bisa
termaafkan bila memakan korban jiwa dari bencana yang ditimbulkan. Sikap kejam
masyarakat kota sudah selayaknya diubah bila ingin melihat Aceh damai dan
sejahtera selamanya.
OPINI :
Seperti yang
kita ketahui saat sekarang ini, bahwa dengan adanya modernisasi maka setiap pembangunan
yang dilakukan di perkotaan mendatangkan imbas yang buruk terhadap masyarakat
pedesaan, hal ini dikarenakan oleh terpusatnya pembangunan yang dilakukan hanya
di daerah perkotaan saja. sementara daerah pedesaan kurang mendapat perhatian,
padahal semua bahan produksi tersebut awalnya juga berasal dari pedesaan,
tetapi masyarakat desa tidak mendapat kesejahteraan yang lebih baik daripada
masyarakat perkotaan yang hanya mengolah dan menggunakan. oleh karena itu,
perlu adanya tindak lanjut dari pihak pemerintah untuk mampu membangun
menyeimbangkan antara masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar