Author:
sugengwin
Oct 18
Oleh SUGENG
WINARNO *)
Seumpama
facebook adalah sebuah negara, saat ini jumlah penghuninya menduduki urutan
terbesar ketiga setelah India dan China. Media jejaring sosial ini memang
sangat populer di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Namun banyak
pengguna facebook (facebookers) yang kurang berhati-hati dalam menggunakannya,
sehingga tidak jarang berujung pada kasus hukum di meja hijau.
Kali ini, kasus dugaan pencemaran nama baik lewat status facebook terjadi di Surabaya. Yenika Venta Resti didakwa menghina Siti Anggraeni Hapsari, istri seorang pemilik orkes melayu Candra Buana. Terdakwa dijerat pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan pasal 310 KUHP tentang menyerang kehormatan orang lain, serta pasal 27 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jawa Pos, 4/9/2012).
Kasus ini kiranya menambah deret panjang daftar kasus korban facebook yang pernah terjadi di Indonesia. Sepertinya para pemilik akun media pertemanan ini tidak juga jera dan mengambil pelajaran dari beberapa kasus sebelumnya. Banyak facebookers dalam memanfaatkan media ini melupakan etika berkomunikasi. Sehingga esensi media yang bertujuan mengukuhkan pertemanan ini justru tidak jarang berujung sebuah pertengkaran.
Kasus gara-gara facebook juga pernah terjadi di beberapa negara lain. Di Inggris pernah ada seorang pemuda yang dipenjara akibat status yang ditulisnya di facebook saat terjadi sebuah kerusuhan di kota London. Seorang perwira militer Korea Selatan dijatuhi hukuman penjara karena menghina Presiden Lee Myung Bak. Sebuah pengadilan di Mesir juga pernah mengeluarkan keputusan tiga tahun penjara dan kerja paksa pada seorang pria bernama Bahswa Ayman Youssef Mansour yang menghina nilai-nilai ajaran Islam melalui facebook.
Di Thailand, sejumlah warga juga pernah di penjara akibat menulis pesan di facebook yang melanggar hukum negara tersebut. Menurut pasal 112 KUHP di Thailand dinyatakan bahwa siapapun yang memfitnah, menghina atau mengancam raja, ratu, pewaris tahta atau bupati dapat di pidana dengan hukuman tiga sampai limabelas tahun penjara.
Lahirnya media jejaring sosial tidak terlepas dari munculnya teknologi internet dan semakin menjamurnya penggunaan telepon genggam di masyarakat. Pada satu sisi, kehadiran facebook telah banyak bermanfaat bagi kehidupan sosial bermedia, namun esensinya justru memperburuk kualitas interaksi sosial antar sesama. Karena dalam berkomunikasi banyak orang menjadi enggan bertatap muka secara fisik.
Facebook memang berperan mendekatkan orang yang jauh, namun sekaligus bisa menjauhkan orang yang sangat dekat. Lihat saja banyak kita jumpai sebuah keluarga ketika berkumpul bukannya saling ngobrol tetapi justru masing-masing sibuk bersosial media dengan laptop atau handphone-nya masing-masing.
Kali ini, kasus dugaan pencemaran nama baik lewat status facebook terjadi di Surabaya. Yenika Venta Resti didakwa menghina Siti Anggraeni Hapsari, istri seorang pemilik orkes melayu Candra Buana. Terdakwa dijerat pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan pasal 310 KUHP tentang menyerang kehormatan orang lain, serta pasal 27 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Jawa Pos, 4/9/2012).
Kasus ini kiranya menambah deret panjang daftar kasus korban facebook yang pernah terjadi di Indonesia. Sepertinya para pemilik akun media pertemanan ini tidak juga jera dan mengambil pelajaran dari beberapa kasus sebelumnya. Banyak facebookers dalam memanfaatkan media ini melupakan etika berkomunikasi. Sehingga esensi media yang bertujuan mengukuhkan pertemanan ini justru tidak jarang berujung sebuah pertengkaran.
Kasus gara-gara facebook juga pernah terjadi di beberapa negara lain. Di Inggris pernah ada seorang pemuda yang dipenjara akibat status yang ditulisnya di facebook saat terjadi sebuah kerusuhan di kota London. Seorang perwira militer Korea Selatan dijatuhi hukuman penjara karena menghina Presiden Lee Myung Bak. Sebuah pengadilan di Mesir juga pernah mengeluarkan keputusan tiga tahun penjara dan kerja paksa pada seorang pria bernama Bahswa Ayman Youssef Mansour yang menghina nilai-nilai ajaran Islam melalui facebook.
Di Thailand, sejumlah warga juga pernah di penjara akibat menulis pesan di facebook yang melanggar hukum negara tersebut. Menurut pasal 112 KUHP di Thailand dinyatakan bahwa siapapun yang memfitnah, menghina atau mengancam raja, ratu, pewaris tahta atau bupati dapat di pidana dengan hukuman tiga sampai limabelas tahun penjara.
Lahirnya media jejaring sosial tidak terlepas dari munculnya teknologi internet dan semakin menjamurnya penggunaan telepon genggam di masyarakat. Pada satu sisi, kehadiran facebook telah banyak bermanfaat bagi kehidupan sosial bermedia, namun esensinya justru memperburuk kualitas interaksi sosial antar sesama. Karena dalam berkomunikasi banyak orang menjadi enggan bertatap muka secara fisik.
Facebook memang berperan mendekatkan orang yang jauh, namun sekaligus bisa menjauhkan orang yang sangat dekat. Lihat saja banyak kita jumpai sebuah keluarga ketika berkumpul bukannya saling ngobrol tetapi justru masing-masing sibuk bersosial media dengan laptop atau handphone-nya masing-masing.
Media
Katarsis
Banyak facebookers yang menggunakan media ini sebagai media katarsis. Facebook menjadi media pelampiasan segala unek-unek, keluh kesah dan tempat curhat. Banyak orang yang galau, dan melampiaskan kegalauannya di dinding facebook-nya. Sebagian orang menggunakan media sosial sebagai media rasan-rasan diantara kelompoknya.
Di tengah permasalahan hidup yang kian rumit, juga terjadinya kebuntuan komunikasi diantara orang-orang terdekat, media sosial hadir mengisi ruang itu. Melalui dinding facebook orang bisa menulis pesan status yang mewakili suasana hatinya. Ada yang menilai bahwa jati diri seseorang di facebook bisa terlihat dari tulisan status yang dipublish, namun ada juga yang menyangsikan, karena ada sebagian orang yang mencitrakan dirinya sebagai sosok yang justru berbalik dengan kondisi aslinya.
Facebook juga banyak dipakai sebagai sarana narsis untuk menunjukkan eksistensi diri. Tidak jarang facebookers mempublish foto-foto dalam aktivitasnya yang mencitrakan bahwa dia orang yang sukses. Sering juga seseorang yang menampilkan dirinya sebagai sosok yang alim dan bersahaja padahal dia koruptor misalnya.
Kalau dulu banyak orang menuliskan keluh kesahnya di sebuah buku catatan harian (diary), kini mereka menggantikannya dengan facebook. Banyak pengguna media jejaring sosial yang lupa bahwa facebook berbeda dengan diary. Kalau buku harian bersifat sangat pribadi, sehingga pemiliknya bisa menuliskan apa saja tentang dirinya. Sementara facebook adalah media publik, media yang lebih terbuka.
Karena sifatnya untuk publik maka pesan-pesan dalam facebook hendaknya tidak mengumbar pesan yang bersifat privasi dan bisa menyinggung orang lain. Facebookers harus cerdas dan hati-hati, jangan sampai melakukan tindakan yang merugikan orang lain, termasuk mencemarkan nama baik, menghina, atau merusak kehormatan. Karena tindakan-tindakan seperti itu merupakan delik aduan yang dapat diusut.
Banyak facebookers yang menggunakan media ini sebagai media katarsis. Facebook menjadi media pelampiasan segala unek-unek, keluh kesah dan tempat curhat. Banyak orang yang galau, dan melampiaskan kegalauannya di dinding facebook-nya. Sebagian orang menggunakan media sosial sebagai media rasan-rasan diantara kelompoknya.
Di tengah permasalahan hidup yang kian rumit, juga terjadinya kebuntuan komunikasi diantara orang-orang terdekat, media sosial hadir mengisi ruang itu. Melalui dinding facebook orang bisa menulis pesan status yang mewakili suasana hatinya. Ada yang menilai bahwa jati diri seseorang di facebook bisa terlihat dari tulisan status yang dipublish, namun ada juga yang menyangsikan, karena ada sebagian orang yang mencitrakan dirinya sebagai sosok yang justru berbalik dengan kondisi aslinya.
Facebook juga banyak dipakai sebagai sarana narsis untuk menunjukkan eksistensi diri. Tidak jarang facebookers mempublish foto-foto dalam aktivitasnya yang mencitrakan bahwa dia orang yang sukses. Sering juga seseorang yang menampilkan dirinya sebagai sosok yang alim dan bersahaja padahal dia koruptor misalnya.
Kalau dulu banyak orang menuliskan keluh kesahnya di sebuah buku catatan harian (diary), kini mereka menggantikannya dengan facebook. Banyak pengguna media jejaring sosial yang lupa bahwa facebook berbeda dengan diary. Kalau buku harian bersifat sangat pribadi, sehingga pemiliknya bisa menuliskan apa saja tentang dirinya. Sementara facebook adalah media publik, media yang lebih terbuka.
Karena sifatnya untuk publik maka pesan-pesan dalam facebook hendaknya tidak mengumbar pesan yang bersifat privasi dan bisa menyinggung orang lain. Facebookers harus cerdas dan hati-hati, jangan sampai melakukan tindakan yang merugikan orang lain, termasuk mencemarkan nama baik, menghina, atau merusak kehormatan. Karena tindakan-tindakan seperti itu merupakan delik aduan yang dapat diusut.
Melek Media
Banyak orang mempunyai akses dan mampu membeli beragam teknologi komunikasi. Namun tidak jarang diantara mereka tidak paham bagaimana aturan main penggunaan media tersebut. Yang penting diketahui bahwa ketika kita mengunakan media elektronik sebagai perangkat komunikasi maka kita harus mengetahui rambu-rambu hukumnya.
Para konsumen media juga harus melek media (media literate). James Potter (2001), mengatakan bahwa media literacy atau melek media adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Dengan tingkat melek media yang baik dalam masyarakat maka pengguna media bisa lebih berdaya dalam memilih, memilah dan menolak isi media yang tidak sesuai.
Semua penguna media elektronik hendaknya paham tentang UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Para fesbookers harus paham, misalnya dalam UU ITE, pencemaran nama baik diatur dalam pasal 27 ayat (3) jo. Yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Pelanggaran atas pasal tersebut diganjar hukuman sesuai pasal 45 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Bagi pengguna media jejaring sosial berhati-hatilah. Kehadiran media komunikasi baru menjadi pilihan yang menggiurkan. Sebagai konsumen media dituntut punya pengetahuan dan skill yang cukup, agar bisa aman ketika berkomunikasi. Dalam komunikasi bermedia menjadi penting menjunjung etika, sopan santun dan memahami aturan hukum dan perundang-undangan yang mengaturnya.
Banyak orang mempunyai akses dan mampu membeli beragam teknologi komunikasi. Namun tidak jarang diantara mereka tidak paham bagaimana aturan main penggunaan media tersebut. Yang penting diketahui bahwa ketika kita mengunakan media elektronik sebagai perangkat komunikasi maka kita harus mengetahui rambu-rambu hukumnya.
Para konsumen media juga harus melek media (media literate). James Potter (2001), mengatakan bahwa media literacy atau melek media adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Dengan tingkat melek media yang baik dalam masyarakat maka pengguna media bisa lebih berdaya dalam memilih, memilah dan menolak isi media yang tidak sesuai.
Semua penguna media elektronik hendaknya paham tentang UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Para fesbookers harus paham, misalnya dalam UU ITE, pencemaran nama baik diatur dalam pasal 27 ayat (3) jo. Yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Pelanggaran atas pasal tersebut diganjar hukuman sesuai pasal 45 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Bagi pengguna media jejaring sosial berhati-hatilah. Kehadiran media komunikasi baru menjadi pilihan yang menggiurkan. Sebagai konsumen media dituntut punya pengetahuan dan skill yang cukup, agar bisa aman ketika berkomunikasi. Dalam komunikasi bermedia menjadi penting menjunjung etika, sopan santun dan memahami aturan hukum dan perundang-undangan yang mengaturnya.
*) SUGENG
WINARNO, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.
**) Artikel ini pernah ditulis untuk koran Jawa Pos, 5/9/2012
**) Artikel ini pernah ditulis untuk koran Jawa Pos, 5/9/2012
OPINI :
dari artikel terkait diatas, kita sebagai pengguna Facebook hendaklah berhati-hati pada setiap postingan yang kita ungkapkan di jejaring sosial tersebut. karena Facebook memang berperan mendekatkan orang yang jauh, sekaligus bisa menjauhkan orang yang sangat dekat, tetapi hal ini tidak jarang juga dapat mengundang kesalahpahaman terhadap pihak lain yang mungkin tidak pernah kita duga. dan janganlah hendaknya segala sesuatu itu di eksplorasikan di media sosial ini, karena nantinya itu juga akan berdampak buruk bagi kita sendiri sebagai pengguna jejaring sosial seperti beberapa contoh kasus diatas.
Sumber:
http://sugengwin.staff.umm.ac.id/2012/10/
Sumber:
http://sugengwin.staff.umm.ac.id/2012/10/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar