Senin, 13 Oktober 2014

Tugas 4 : EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

Sejarah EYD
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan IndonesiaMashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
            Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

Revisi 1987
            Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.

Revisi 2009
            Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
"tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
"dj" menjadi "j": djarak → jarak
"j" menjadi "y" : sajang → sayang
"nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
"sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
"ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumahdi sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeliatau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
Penulisan kata.
Penulisan tanda baca.
Penulisan singkatan dan akronim.
Penulisan angka dan lambang bilangan.
Penulisan unsur serapan.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.

I. Pemakaian huruf
A. Huruf abjad. Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan kecil.
B. Huruf vokal. Ada 5: a, e, i, o, dan u. Tanda aksen é dapat digunakan pada huruf e jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
C. Huruf konsonan. Ada 21: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
1.      Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak punya contoh di akhir kata.
2.      Huruf x tidak punya contoh di tengah kata.
3.      Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf diftong. Ada 3: ai, au, dan oi.
E. Gabungan huruf konsonan. Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.
F. Huruf kapital
1.      Huruf pertama kata pada awal kalimat
2.      Huruf pertama petikan langsung
3.      Huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan
4.      Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang (tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang)
5.      Huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, instansi, atau tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat)
huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya
6.      Huruf pertama unsur-unsur nama orang (tidak dipakai pada de, van, der, von, da, bin, atau binti) huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran (tidak dipakai untuk nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran)
7.      Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
(tidak dipakai untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan)
8.      Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan unsur-unsur nama peristiwa sejarah (tidak dipakai untuk peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama)
9.      Huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi dan unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi (tidak dipakai untuk unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi dan nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis) nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya
10.  Huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk (tidak dipakai untuk kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi)
11.  Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan
12.  Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal
13.  Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri.
14.  Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan (tidak dipakai jika tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan)
15.  Huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan
16.  Huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.
G. Huruf miring
1.      Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan
2.      Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata
3.      Menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia (Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring digarisbawahi)
Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia
H. Huruf tebal
1.      Menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran
2.      Tidak dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring.
3.      Menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi dalam cetakan kamus

II. Penulisan kata
A. Kata dasar. Ditulis sebagai satu kesatuan
B. Kata turunan
1.      Ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelolapermainan
2.      Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika hanya mendapat awalan atau akhiran:bertanggung jawabgaris bawahi
3.      Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus: pertanggungjawaban
4.      Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi: adipatinarapidana
5.      Diberi tanda hubung jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital: non-Indonesia
6.      Ditulis terpisah jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar: maha esamaha pengasih
C. Bentuk ulang. Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anaksayur-mayur
D. Gabungan kata
1.      Ditulis terpisah antarunsurnya: duta besarkambing hitam
2.      Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan pengertian: alat pandang-dengaranak-istri saya
3.      Ditulis serangkai untuk 47 pengecualian : acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.

E. Suku kata - Pemenggalan kata
1.      Kata dasar
1.      Di antara dua vokal berurutan di tengah kata (diftong tidak pernah diceraikan): ma-in.
2.      Sebelum huruf konsonan yang diapit dua vokal di tengah kata: ba-pak.
3.      Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata: man-di.
4.      Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan yang berurutan di tengah kata: ul-tra.
2.      Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran: me-rasa-kan.
3.      Gabungan kata: Di antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi

F. Kata depandike, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali daripadakepadakesampingkankeluarkemariterkemuka
G. Partikel
1.      Partikel -lah-kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya: betulkahbacalah
2.      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa punsatu kali pun
3.      Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya untuk adapunandaipunataupunbagaimanapunbiarpunkalaupunkendatipunmaupunmeskipun,sekalipunsungguhpunwalaupun
H. Singkatan dan akronim
1.      Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik: A.S. KramawijayaM.B.A.
2.      Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik: DPRSMA
3.      Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik: dst.hlm.
4.      Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada setiap huruf: a.n.s.d.
5.      Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik: cmCu
6.      Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital: ABRIPASI
7.      Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital: AkabriIwapi
8.      Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil:pemilutilang
I. Angka dan lambang bilangan. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor yang lazimnya ditulis dengan angka Arab atau angka Romawi.
1.      Fungsi
1.      menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas,
2.      melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat,
3.      menomori bagian karangan dan ayat kitab suci,
2.      Penulisan
1.      Lambang bilangan utuh dan pecahan dengan huruf
2.      Lambang bilangan tingkat
3.      Lambang bilangan yang mendapat akhiran -an
4.      Ditulis dengan huruf jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan
5.      Ditulis dengan huruf jika terletak di awal kalimat. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat
6.      Dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan utuh yang besar
7.      Tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi
8.      Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat
J. Kata ganti
1.      Ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: kusapakauberi
2.      Kumu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya: bukukumiliknya
K. Kata sandangsi dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya: sang Kancilsi pengirim

III. Pemakaian tanda baca
A. Tanda titik
1.      Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
2.      Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar (tidak dipakai jika merupakan yang terakhir dalam suatu deretan)
3.      Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu
4.      Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka
5.      Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya (tidak dipakai jika tidak menunjukkan jumlah)
6.      Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya
7.      Tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat
B. Tanda koma
1.      Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan
2.      Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan
3.      Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya (tidak dipakai jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya)
4.      Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi
5.      Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat
6.      Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat (tidak dipakai jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru)
7.      Dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan
8.      Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka
9.      Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki
10.  Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga
11.  Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka
12.  Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi
13.  Dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca
C. Tanda titik koma
1.      Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara
2.      Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk
D. Tanda titik dua
1.      Dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian (tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan)
2.      Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian
3.      Dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan
4.      Dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan
E. Tanda hubung
1.      Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris (Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris)
2.      Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris (Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris)
3.      Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang
4.      Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal
5.      Dapat dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata
6.      Dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap
7.      Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing
F. Tanda pisah
1.      Dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat
2.      Dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas
3.      Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'
4.      Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya
G. Tanda tanya
1.      Dipakai pada akhir kalimat tanya
2.      Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya
H. Tanda seru
1.      Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat
I. Tanda elipsis
1.      Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus
2.      Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan
3.      Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat
J. Tanda petik
1.      mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain
2.      mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat
3.      mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus
4.      Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5.      Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat
6.      Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris
K. Tanda petik tunggal
1.      mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain
2.      mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing
L. Tanda kurung
1.      mengapit keterangan atau penjelasan
2.      mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan
3.      mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan
4.      mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan
M. Tanda kurung siku
1.      mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli
2.      mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung
N. Tanda garis miring
1.      dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim
2.      dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap
O. Tanda penyingkat
1.      menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar