Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa
Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan
ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi.
Sejarah EYD
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan,
(sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan
LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah
dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan
bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri.
Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang
telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan
Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin
bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah
bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia.
Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan
Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah
pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia.
Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil
yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada
tahun 1966.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak
dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya
pada tanggal 12 Oktober 1972,
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan
buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan
penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27
Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan
Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya
peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK
(1967), antara lain:
"tj" menjadi "c" : tjutji →
cuci
"dj" menjadi "j": djarak → jarak
"j" menjadi "y" : sajang →
sayang
"nj" menjadi "ny" : njamuk →
nyamuk
"sj" menjadi "sy" : sjarat →
syarat
"ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD,
antara lain:
Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari
bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu
pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
Awalan "di-" dan kata depan "di"
dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di
sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-"
pada dibeliatau dimakan ditulis serangkai dengan
kata yang mengikutinya.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya.
Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf
miring.
Penulisan kata.
Penulisan tanda baca.
Penulisan singkatan dan akronim.
Penulisan angka dan lambang bilangan.
Penulisan unsur serapan.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u"
saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik.
Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
I. Pemakaian huruf
A. Huruf abjad.
Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan kecil.
B. Huruf vokal.
Ada 5: a, e, i, o, dan u. Tanda aksen é dapat digunakan pada huruf e jika ejaan
kata menimbulkan keraguan.
C. Huruf
konsonan. Ada 21: b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x,
y, dan z.
1.
Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak punya contoh di akhir kata.
2.
Huruf x tidak punya contoh di tengah kata.
3.
Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf diftong. Ada 3: ai,
au, dan oi.
E. Gabungan huruf konsonan.
Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.
F. Huruf kapital
1.
Huruf pertama kata pada awal kalimat
2.
Huruf pertama petikan langsung
3.
Huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab
suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan
4.
Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti
nama orang (tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang)
5.
Huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, instansi, atau
tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat)
huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat)
huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya
6.
Huruf pertama unsur-unsur nama orang (tidak dipakai pada de, van, der, von,
da, bin, atau binti) huruf pertama singkatan nama orang yang
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran (tidak dipakai untuk nama orang
yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran)
7.
Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
(tidak dipakai untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan)
(tidak dipakai untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan)
8.
Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan unsur-unsur nama
peristiwa sejarah (tidak dipakai untuk peristiwa sejarah yang tidak digunakan
sebagai nama)
9.
Huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi dan unsur-unsur nama geografi yang
diikuti nama diri geografi (tidak dipakai untuk unsur geografi yang tidak
diikuti oleh nama diri geografi dan nama diri geografi yang digunakan sebagai
penjelas nama jenis) nama diri atau nama diri geografi jika kata yang
mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya
10. Huruf pertama semua
unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama
dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk
(tidak dipakai untuk kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi)
11. Huruf pertama setiap
unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan
12. Huruf pertama semua
kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah,
surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan,
yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal
13. Huruf pertama unsur
singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri.
14. Huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan (tidak
dipakai jika tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan)
15. Huruf pertama kata Anda yang
digunakan dalam penyapaan
16. Huruf pertama pada
kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan
lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.
G. Huruf miring
1.
Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan
2.
Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata
3.
Menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia (Dalam tulisan
tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring digarisbawahi)
Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia
Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia
H. Huruf tebal
1.
Menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar
lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran
2.
Tidak dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata,
atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring.
3.
Menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang
menyatakan polisemi dalam cetakan kamus
II. Penulisan kata
A. Kata dasar.
Ditulis sebagai satu kesatuan
B. Kata
turunan
1.
Ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelola, permainan
2.
Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika hanya mendapat
awalan atau akhiran:bertanggung jawab, garis bawahi
3.
Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan
akhiran sekaligus: pertanggungjawaban
4.
Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi: adipati, narapidana
5.
Diberi tanda hubung jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf
awalnya adalah huruf kapital: non-Indonesia
6.
Ditulis terpisah jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata
esa dan kata yang bukan kata dasar: maha esa, maha pengasih
C. Bentuk ulang. Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anak, sayur-mayur
D. Gabungan kata
1.
Ditulis terpisah antarunsurnya: duta besar, kambing
hitam
2.
Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara
unsur yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan pengertian: alat
pandang-dengar, anak-istri saya
3.
Ditulis serangkai untuk 47 pengecualian : acapkali, adakalanya,
akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana,
barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa,
bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita,
halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada,
keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi,
matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa,
puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati,
sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi,
sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa,
wasalam.
E. Suku kata -
Pemenggalan kata
1.
Kata dasar
1.
Di antara dua vokal berurutan di tengah kata (diftong tidak pernah
diceraikan): ma-in.
2.
Sebelum huruf konsonan yang diapit dua vokal di tengah kata: ba-pak.
3.
Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata: man-di.
4.
Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan yang berurutan di
tengah kata: ul-tra.
2.
Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran: me-rasa-kan.
3.
Gabungan kata: Di antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi
F. Kata depan. di, ke, dan dari ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali daripada, kepada, kesampingkan, keluar, kemari, terkemuka
G. Partikel
1.
Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya: betulkah, bacalah
2.
Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang
mendahuluinya: apa pun, satu kali pun
3.
Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya untuk adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,sekalipun, sungguhpun, walaupun
H. Singkatan dan akronim
1.
Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti
dengan tanda titik: A.S. Kramawijaya, M.B.A.
2.
Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik: DPR, SMA
3.
Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda
titik: dst., hlm.
4.
Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada setiap
huruf: a.n., s.d.
5.
Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda titik: cm, Cu
6.
Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital: ABRI, PASI
7.
Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital: Akabri, Iwapi
8.
Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf
kecil:pemilu, tilang
I. Angka dan lambang bilangan. Angka dipakai untuk menyatakan
lambang bilangan atau nomor yang lazimnya ditulis dengan angka Arab atau angka
Romawi.
1.
Fungsi
1.
menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii)
nilai uang, dan (iv) kuantitas,
2.
melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat,
3.
menomori bagian karangan dan ayat kitab suci,
2.
Penulisan
1.
Lambang bilangan utuh dan pecahan dengan huruf
2.
Lambang bilangan tingkat
3.
Lambang bilangan yang mendapat akhiran -an
4.
Ditulis dengan huruf jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam
perincian dan pemaparan
5.
Ditulis dengan huruf jika terletak di awal kalimat. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat
6.
Dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan utuh yang
besar
7.
Tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di
dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi
8.
Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat
J. Kata ganti
1.
Ku dan kau ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya: kusapa, kauberi
2.
Ku, mu, dan nya ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya: bukuku, miliknya
K. Kata
sandang. si dan sang ditulis terpisah
dari kata yang mengikutinya: sang Kancil, si pengirim
III. Pemakaian tanda
baca
A. Tanda titik
1.
Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
2.
Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar (tidak dipakai jika merupakan yang terakhir dalam suatu deretan)
3.
Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu
atau jangka waktu
4.
Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan
tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka
5.
Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya (tidak dipakai
jika tidak menunjukkan jumlah)
6.
Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya
7.
Tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2)
nama dan alamat penerima surat
B. Tanda koma
1.
Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan
2.
Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan
3.
Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
itu mendahului induk kalimatnya (tidak dipakai jika anak kalimat itu mengiringi
induk kalimatnya)
4.
Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi
pula, meskipun begitu, akan tetapi
5.
Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
yang lain yang terdapat di dalam kalimat
6.
Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat
(tidak dipakai jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda
seru)
7.
Dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan
8.
Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka
9.
Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki
10. Dipakai di antara nama
orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan
nama diri, keluarga, atau marga
11. Dipakai di muka angka
persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka
12. Dipakai untuk mengapit
keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi
13. Dapat dipakai di
belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah
baca
C. Tanda titik
koma
1.
Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan
setara
2.
Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk
D. Tanda titik
dua
1.
Dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian
atau pemerian (tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan)
2.
Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian
3.
Dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan
4.
Dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan
ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan,
serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan
E. Tanda
hubung
1.
Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
penggantian baris (Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada
ujung baris atau pangkal baris)
2.
Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris (Akhiran -i tidak
dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris)
3.
Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang
4.
Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal
5.
Dapat dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau
ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata
6.
Dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan
berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap
7.
Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing
F. Tanda pisah
1.
Dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun kalimat
2.
Dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang
lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas
3.
Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau
'sampai dengan'
4.
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya
G. Tanda tanya
1.
Dipakai pada akhir kalimat tanya
2.
Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya
H. Tanda seru
1.
Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat
I. Tanda
elipsis
1.
Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus
2.
Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian
yang dihilangkan
3.
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai
akhir kalimat
J. Tanda petik
1.
mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau
bahan tertulis lain
2.
mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat
3.
mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus
4.
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5.
Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang
tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus
pada ujung kalimat atau bagian kalimat
6.
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu
ditulis sama tinggi di sebelah atas baris
K. Tanda petik
tunggal
1.
mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain
2.
mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing
L. Tanda
kurung
1.
mengapit keterangan atau penjelasan
2.
mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan
3.
mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan
4.
mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan
M. Tanda kurung
siku
1.
mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada
kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa
kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli
2.
mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung
N. Tanda garis
miring
1.
dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu
tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim
2.
dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap
O. Tanda
penyingkat
1.
menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar