Kamis, 31 Maret 2016

Isu terkait Kode Etik dan Profesionalisme

Media Massa Bisa Dituding Sebarkan Teror
Jurnalis : krj5 | Jumat, 25 Maret 2016 | 05:46 WIB
Ketua Dewan Pers Yoseph Stanley Adi Prasetyo saat menyampaikan materi. (Foto : Ivan Aditya)
YOGYA (KRjogja.com) - Media massa bisa dituding ikut menyebarkan teror atau ketakutan jika tak cerdas dalam mengemas dan menyajikan berita. Penyajian yang berlebihan justru tak memberikan informasi, namun malah akan menciptakan kepanikan di tengah masyarakat. Hal tersebut diungkapkan Ketua Dewan Pers, Yoseph Stanley Adi Prasetyo dalam acara Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa dalam Meliput Isu Terorisme di Kantor PWI Cabang Yogyakarta, Kamis (24/03/2016).
“Sebenarnya terorisnya sudah meninggal lewat 'suicide bomber' tapi pesan teroris justru kita teruskan. Hal itu akan membuat orang panik dan membuat orang takut,” jelasnya.
Pada peristiwa pemboman Kawasan Thamrin dan Sarinah beberapa waktu lalu misalnya, media massa saling berlomba menyajikan kecepatan namun mengabaikan akurasi berita. Tak jarang informasi dari media sosial ikut dijadikan sebagai berita tanpa melakukan verifikasi, setelah ditelusuri ternyata itu kabar 'hoax'.
Stanley berharap wartawan dapat lebih cerdas dan menyajikan fakta-fakta hasil peliputan di lapangan. Selain itu narasumber yang dipilih juga harus merupakan pihak-pihak yang berkompeten untuk memberikan pernyataan serta tak melibatkan opini pribadi dalam berita.
Sementara itu Ketua PWI Cabang Yogyakarta, Sihono Harto Taruno mengatakan, wartawan bukan penyebar kebencian. Sebagai penyampai informasi, wartawan harus membuat karya jurnalistik yang menolak paham penyebar kebencian.

“Seorang pembuat karya jurnalistik harus berkesadaran, berpengetahuan dan berketerampilan tinggi di bidang kewartawanan. Kesadaran ini terkait dengan pemahaman dan ketaatan pada kode etik jurnalistik, tunduk pada undang-undang dan pedoman,” jelasnya. (Van)

Komentar :

Berdasarkan artikel yang tertera diatas pelanggaran Kode Etik merupakan salah satu pelanggaran yang harus dituntaskan dengan baik oleh pemerintah khususnya Dewan Pers. Seharusnya Dewan Pers memberikan sanksi yang tegas kepada media televisi yang memberitakan isu yang tidak benar.
Pelanggaran yang dilakukan oleh wartawan yang disebutkan dalam artikel diatas merupakan suatu pelanggaran yang sangat buruk. Dikarenakan adanya isu hoax tentang peristiwa pemboman kawasan Thamrin dan Sarinah yang membuat masyarakat panik dan takut dengan berita yang disiarkan oleh media massa. Menurut saya, perlu adanya kerjasama antara wartawan berita tersebut dengan pemerintah atau aparat yang berwajib untuk bisa mendapatkan berita yang faktual, sah, dan akurat agar tidak menimbulkan isu atau opini pribadi yang sumbernya tidak jelas. Karena dapat menimbulkan suatu hoax  yang menimbulkan kecemasan atau ketakutan pada massa.
Ketika sebuah media televisi menyiarkan berita yang kurang baik seharusnya pemerintah dalam hal ini Dewan Pers memberi teguran dan sosialisasi yang baik agar pembuat karya jurnalistik berkesadaran, berpengetahuan dan berketerampilan tinggi di bidang kewartawanan. Sehingga tidak akan terjadi pelangaran pada kode etik jurnalistik dan tunduk pada undang-undang dan pedoman yang ada. 
Kesimpulannya, bahwa sebuah berita yang tidak benar (hoax) dapat memicu tindakan yang tidak baik, sehingga menimbulkan kekacauan pada masyarakat. Oleh karena itu sebuah media berita harus berlandaskan sumber yang baik dan jelas serta sesuai dengan kode etik jurnalistik dan tunduk pada undang-undang dan pedoman yang ada agar berita yang dihasilkan akurat dan faktual.

Source :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar