Senin, 06 Mei 2013

Manusia dan Pandangan Hidup - Banyak Nilai Filosofis Adat Minangkabau

Banyak Nilai Filosofis Adat Minangkabau

Penulis: | Kamis, 19 Mei 2011 | 00:32 WIB
akmal-nasir.blogspot.com
ilustrasi

MEDAN, KOMPAS.com--Guru Besar Institut Agama Islam Negeri Sumatra Utara Prof Dr Nawir Yuslem, MA, mengatakan, banyak nilai yang secara filosofis terangkum dalam "Kato Pusako" Adat Minangkabau yang menyangkut hampir seluruh aktivitas kehidupan orang Minang di Sumatra Barat.
"Nilai-nilai itu secara spesifik berkaitan dengan makna dan hakikat hidup, yang meliputi hidup berbudi, hidup berkerukunan, hidup bermalu dan hidup berpendirian," katanya dalam makalahnya yang diterima di Medan, Rabu.
Hal tersebut dikatakannya dalam Panel Diskusi "Melestarikan Nilai-Nilai Budaya Minangkabau Melalui Pendidikan Informal Menghadapi Perubahan Sosial Dalam Pembentukan Karakter Bangsa".
Kegiatan itu dilaksanakan dalam rangka merayakan 50 Tahun Yayasan Bundo Kanduang- Tuanku Imam Bonjol Medan.
Nawir mengatakan, terkait dengan kehidupan ada dua hal yang tidak berkenan disebut bagi orang Minang. Pertama kalau disebut sebagai orang yang tidak beragama dan kedua bila disebut sebagai orang yang tidak beradat.  Dalam konteks tidak beradat, adalah orang yang tidak berbudi, karena budi adalah filosofi dasar adat Minangkabau.
Sedemikian kuatnya nilai budi bagi orang Minang, sehingga kehidupannya dihadapi dengan penuh kemandirian dalam rangka memelihara harga diri.
"Nilai yang terkait dengan budi ini dalam pandangan Agama Islam di antaranya disebut dengan akhlaq. Justru untuk kepentingan akhlaq inilah Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT menjadi Rasul untuk segenap manusia (Q.Saba/34:28: al-Qalam/68:4).
Khusus untuk Rasululah ada penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Allah yang terdapat dalam, Al Quran surat al-Qalam/68:4’Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung", kata Nawir.
Dia menjelaskan, persoalan budi pekerti atau juga yang disebut moral dewasa ini nampaknya telah mengalami degradasi yang sangat dalam, sehingga hampir semua krisis yang terjadi hari ini berpangkal dari krisis moral. Bahkan, dominasi kehidupan yang cenderung sangat materialistik juga terlihat dalam pola hidup orang Minang.
"Kita harus bangkit dan menghidupkan kembali nilai budi ditengah-tengah arus globalisasi yang sedang menderu dan mendera kehidupan," katanya.
Dalam pandangan Agama Islam memang ditemukan bahwa salah satu doa Nabi Ibrahim, yang disebut sebagai Abu al-Anbiya, bahwa kalau hidupnya berakhir dalam perjuangan, dia memohon kepada Allah agar buah bibir yang baik kiranya meluncur terhadap dirinya oleh generasi yang akan datang.
Dalam Al Quran surat al-Syuara/26:83-84 permohonan Ibrahim itu dicantumkan: "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian".
Nawir mengatakan, kehidupan yang baik adalah kehidupan yang dijalani dengan penuh kerukunan.
"Hidup rukun dan harmonis terwujud mana kala masing-masing anggota masyarakat menempatkan dirinya pada fungsi dan posisi yang tepat dan saling memberikan pertolongan antara satu dengan yang lain," katanya.

Sumber :
ANT
Editor :
Jodhi Yudono

Source : http://oase.kompas.com/read/2011/05/19/00322956/Banyak.Nilai.Filosofis.Adat.Minangkabau

Ulasan :
Setiap orang di dunia ini memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda. Ada yang sejalan dengan pikiran orang lain dan ada juga yang tidak sejalan dengan pikiran orang lain. Tidak sedikit pandangan hidup yang membuat perdebatan dan perselisihan antar umat manusia. Terkadang pemikiran yang baik bagi seseorang tapi di mata orang lain itu tidak baik. Hal itu yang menyebabkan perselisihan. Banyak orang yang beranggapan bahwa pandangan hidup hidup yang dia miliki itu adalah yang terbaik, tetapi di mata orang lain itu bisa sebaliknya.
Seperti hal nya pada contoh diatas, Orang minang mempunyai pandangan hidup yang berbeda dengan suku-suku lainnya di Indonesia. Ada dua hal yang tidak berkenan bagi orang Minang. Pertama kalau disebut sebagai orang yang tidak beragama dan kedua bila disebut sebagai orang yang tidak beradat.  Dalam konteks tidak beradat, adalah orang yang tidak berbudi, karena budi adalah filosofi dasar adat Minangkabau.
Sedemikian kuatnya nilai budi bagi orang Minang, sehingga kehidupannya dihadapi dengan penuh kemandirian dalam rangka memelihara harga diri. hingga sekarang ini pun hal tersebut masih berlaku dalam pandangan masyarakat Minang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar